MATERI 3 SISTIM PENGINDERAAN JAUH PENGHASIL CITRA DIGITAL
Berbeda halnya
dengan bidang desain yang melayani kebutuhan artistik atau kebutuhan penerbitan
(publishing), bidang penginderaan jauh menggunakan citra sebagai data yang
masih perlu dianalisis dan diinterpretasi untuk menghasilkan informasi turunan.
Informasi turunan ini biasanya berupa peta dengan tema isi yang sesuai dengan
kebutuhan kajian. Analisis dan interpretasi citra digital tak dapat
melepaskan diri dari sistem yang menghasilkannya. Dalam konteks penginderaan
jauh, sistem tersebut adalah kesatuan yang meliputi sensor,wahana, energi
elektromagnetik, atmosfer, benda di permukaan bumi, dan misi sistemnya. Citra
digital penginderaan jauh sering dikaitkan dengan sistem perekaman oleh
satelit, airborne scanner, dan juga pesawat ulang alik (space
shuttle). Hingga saat ini, sistem satelit dikenal sebagai sistem
penginderaan jauh antariksa paling mapan dan mendapat perhatian besar untuk
dikembangkan menjadi sistem sepenuhnya operasional. Disamping itu, dalam kurun
waktu sekitar 30 tahun terakhir, sistem pencitraan digital melalui wahana
pesawat udara ataupun ruang angkasa telah ditekankan pada pembentukan citra multispektral
dan bahkan hiperspektral. Oleh karena itu, titik berat pembahasan ini adalah
sistem satelit penginderaan jauh yang menghasilkan citra satelit digital
multispektral . meskipundemikian, latar belakang fisika penginderaan jauh akan
dipaparkan secara ringkas terlebih dahulu.
3.1 PENELITIAN DI LAPANGAN DAN LABORATORIUM
SEBAGAI BASIS PERANCANGAN SENSOR SATELIT
Bagaimana para pakar
merancang sensor untuk satelit sumberdaya? Jawaban atas pertanyaan ini berakar
jauh pada penelitian eksperimental di lapangan dan laboratorium, khususnya
mengenai pola respons spektral objek dalam berbagai interval panjang gelombang.
Uraian berikut ini menjelaskan tentang spektrum elektromagnetik dan sistem
sensor dalam penginderaan jauh.
3.1.1 Spektrum Elektromagnetik dalam Penginderaan
Jauh
Sistem penginderaan jauh
sebenarnya bekerja dalam dua dominan, yaitu dominan spektral dan dominan
spasial. Pada prinsipnya setiap benda dengan temperatur diatas 0 kelvin
mematulkan dam atau memancarkan gelombang elektromagnetik. Apabila pada suatu
luasan tertentu terdapat beberapa jenis benda maka masing-masing benda akan
memberikan pantulan dan atau pancaran elektromagnetik yang dapat diterima oleh
suatu sensor. Dengan demikian kehadiran suatu benda dapat dideteksi berdasarkan
pantulan atau pancaran elektromagnetik yang dilakukan oleh benda itu, asal
karakteristik pantulan/pancaran elektromagnetiknya telah diketahui.
3.1.2 Pemilihan Spektrum
Berdasarkan penelitian
eksperimental dengan menggunakan spektrometer tersebut, suatu sistem sensor
yang beroperasi pada julat panjang gelombang yang lebih sempit dapat dirancang.
Jumlah dan lebar spektrumnya dapat diukur sedemikian rupa sehingga citra yang
dihasilkan dapat menyajikan perbedaan objek yang diinginkan tanah basah dengan
tanah kering, air keruh dengan air jernih, vegetasi sehat dengan vegetasi tak
sehat, dan sebainya.
Perbedaan utama antara spektometer dengan sensor yang dirancang
terletak pada selang (interval) spektrum yang digunakan dan juga cara
operasinya. Spektrometer untuk penelitian eksperimental biasanya dapat diatur
untuk bekerja dengan interval panjang gelombang yang sangat pendek/sempit,
bahkan sampai kurang dari 0,01µm. Sensor operasional pada mulanya justru
sebaliknya, dirancang untuk beroperasi pada julat yang tetap, misalnya pada
0,44-0,51 µm: 0,52-0,60; 0,61-0,68 µm; dan seterusnya. Masing-masing julat ini
akan menghasilkan citra sehingga sensor dengan n spektra akan menghasilkan n
citra objek yang sama, namun dengan variasi spektral yang berbeda. Baru dalam
satu dekade terakhir ini berbagai sensor hiperspektral dapat dijumpai, yang
mampu menghasilkan data pada lebar spektrum yang sangat sempit dan dengan
jumlah saluran spektral yang sangat banyak.
3.2 DASAR FISIKA PENGINDERAAN JAUH
Pembicaraan mengenai
gelombang elektromagnetik secara garis besar belum memadai, apabila pakai
sistem penginderaan jauh berniat terjun lebih ke sistem yang berbasis digital.
Konsep-konsep dasar tentang fisika penginderaan jauh perlu dikemukakan sedikit
lebih mendalam karena dengan pemahaman ini proses analisis citra digital dapat
dilaksanakan dengan lebih baik. Meskipun demikian, cara operasi sistem
penginderaan jauh sebenarnya sangat bervariasi karena tergantung pada banyak
hal, antara lain waha (platform) yang digunakan, sensor yang meliputi komponen-komponen
optik-elektronik dan detektor dan detektor yang mencatat respons spektral yang
datang dari objek, serta cara analisis datanya.
3.2.1 Radiasi Elektromagnetik (REM)
Radiasi
elektromagnetik adalah kombinasi medan
listrik dan medan
magnet yangberosilasi dan merambat
melewati ruang dan membawa energi dari satu tempat
ke tempat yang lain. Cahaya tampak adalah
salah satu bentuk radiasi elektromagnetik. Penelitianteoretis tentang radiasi
elektromagnetik disebut elektrodinamik, sub-bidangelektromagnetisme.Gelombang
elektromagnetik ditemukan oleh Heinrich
Hertz.
Gelombang elektromagnetik termasuk gelombang
transversal.
Setiap muatan listrik
yang memiliki percepatan memancarkan radiasi elektromagnetik. Ketika kawat
(atau panghantar seperti antena) menghantarkan arus
bolak-balik, radiasi elektromagnetik dirambatkan pada frekuensi yang sama
dengan arus listrik. Bergantung pada situasi, gelombang elektromagnetik dapat
bersifat seperti gelombang atau seperti partikel. Sebagai gelombang,
dicirikan oleh kecepatan (kecepatan
cahaya), panjang
gelombang,
dan frekuensi. Kalau dipertimbangkan sebagai partikel, mereka
diketahui sebagai foton, dan masing-masing
mempunyai energi berhubungan dengan frekuensi gelombang ditunjukan oleh
hubungan Planck E = Hf, di mana E adalah energi
foton, hialah konstanta
Planck —
6.626 × 10 −34 J·s — dan f adalah
frekuensi gelombang.
3.2.2 Radiometri
Konsep radiometri
melibatkan beberapa istilah yag sering dipakai dalam penginderaan jauh berikut
ini : (a) energi radiometri, (b) fluks radian, (c) kepadatan fluks radian, (d)
irradiansi, (e) intensitas radian, dan (f) radiansi dan radiansi spektral
a. Energi radiometri (Q)
merupakan suatu ukuran
kapasitas radiasi untuk melakukan kerja, memindahkan onjek, atau menimbulkan
perubahan kondisi objek. Satuan energi radian ialah Joule (J) atau
kiloWatt (KWh).
b. Fluks radian (O)
Merupakan laju aluran
energi per satuan waktu dalam melewati suatu titik.
c. Kepadatan fluks radian
(radiant flux density, E atau M)
Adalah ukuran besarnya
fluks radian yang mengalir melewati suatu luas permukaan tertentu.
d. irradiansi
Kepadatan fluks radian
yang mencapai suatu permukaan disebut irradiansi (irradiance,
E), sedangkan kepadatan fluks radian yang dipancarkan oleh permukaan
disebut eksitansi (exitance, M). E dan M mempunyai satuan Watt m-2.
e. Intensitas radian
Merupakan ukuran fluks
radian per satuan sudutpadat (solid angle) yang meninggalkan sumber berupa
titik. Energi radian yang meninggalkan sumber titik dan diradiasikan ke semua
arah akan mempunyai kepadatan fluks radian yang terus menyusut, meskipun
intensitasnya tidak berkurang.
f. Radiansi (L) dan
radiansi spektral
Merupakan fluks radian
per satuan padat yang meninggalkan suatu sumber yang relatif luas ke arah
tertentu, per satuan luas hasil proyeksi dari sumber tadi. Biala sumber yang
relatif luas diamati dengan sensor pada sudut kerucut O maka apabila R
meningkat, luas sumber juga akan meningkat sehingga radiansi L yang mencapai
area detektor A akan tetap (konstan), untuk konstanta t, sepanjang kepadatan
fluksnya juga konstan terhadap sumber yang relatif tadi.semua istilah yang
digubakan dalam radiometri energi elektromagnetik tadi bersifat tergantung pada
panjang gelombang sehingga dalam penggunaan biasanya istilah tersebut disertai
dengan kata ‘spektral’ misalnya radiansispektal L, yang mempunyai
yang mempunyai satuan W m-2 nm-1.
3.2.3 Efek Atmosfer
- Absorbsi
Absorbsi dapat disebabkan oksigen dalam atmosfer, hujan dan kabut.
Hal ini menyebabkan energi yang dipropagasikan mengalami redaman (atenuasi meningkat0.
hujan yang lebat menyebabkan atenuasi dapat meningkat 1 dB/km pada gelombang
yang berfrekuensi 6-10 GHz, dan untuk gelombang dengan frekuensi lebih dari 10
GHz dapat meningkat sampai 10 dB/km.
- Refraksi (pembiasan)
Hal ini terjadi karena pengaruh perubahan temperatur, kelembaban
dan kerapatan atmosfer refraksi dapat menyebabkan penyimpangan berkas gelombang
mikro dari sinyal yang merambat.
- Jebakan atmosfer (duct)
Ini terjadi karena
kondisi temperatur dan kerapatan atmosfer yang bervariasi. Di sini berkas
gelombang mikro hanya terpantul-pantul di suatu daerah tertentu pada atmosfer,
terjebak dan sulit dipropagasikan.
3.2.4 Interaksi REM dengan Benda
Energi matahri mengalami
atenuasi dan dihamburkan oleh atmosfer sebelum mencapai permukaan bumi atau
penutup lahannya. Dengan demikian tersebut sebenarnya mengalami tiga macam
perlakuan, yaitu pemantulan, penyerapan, dan transmisi. Kondisi ini dirumuskan
sebagai berikut :
Eiλ = E a, λ + Er, λ + E
r,λ
=
Ei,λ (aλ + rλ + Tλ ................................................... (3.16)
→
a λ + r λ + t λ = 1 ....................................................(3.17)
Dimana E mewakili energi spektral yang diserap, dipantulkan dan
ditansmisikan; sedangkan a,r dan t berturut-turut adalah serapan,pantulan, dan
transmitansi spektral. Karena sensor penginderaan jauh terpasang pada jarak
yang jauh dari objek maka diantara tiga komponen itulah pantulanlah yang
langsung berkaitan denga detektor. Dengan demikian, pantulan rλ merupakan aspek
yang paling penting dalam penginderaan jauh.
3.3 SENSOR-SENSOR ELEKTRO-OPTIK UNTUK
PENGINDERAAN JAUH
Hingga saat ini
kebanyakan sensor yang digunakan untuk sistem penginderaan jauh merupakan
sensor sistem pasif, yaitu sensor yang menangkap energi pantulan atau pancaran
gelombang elektromagnetik dari objek, tanpa mengirim gelombang ke arah
objek-objek tersebut.
3.3.1 Jenis-jenis Sensor Multispektral
Elektro-optik
Mengacu pada kategorisasi Vicent (1997), pada dasarnya ada tiga
macam sensor pencitra elektro-optik yang digunakan untuk keperluan komersial
(sipil) dalam pengumpulan data multispektral, yaitu:
1. Skanner multispektral
yang beroperasi seperti menyapu secara melintang (whiskroom).Lillesand
et al. (2008) memberi istilah across-track scanner untuk
mekanisme semacam ini. Skaner ini memindai dari sisi ke sisi tegak lurus
terhadap jalur lintasan wahana, membentuk baris-baris pelarikan yang tersusun
atas piksel-piksel. Gerak maju wahana yang terkombinasi dengan gerak sapuan
melintang ini menghasilkan baris-baris pelarikan baru.
2. Skaner deret linier
(linear array scanner) yang beroperasi seperti sapu dorong (pushbroom)
mengumpulkan informasi pantulan atau pancara objek dalam bentuk deretan piksel
dalam satu baris sekaligus, gerak maju wahana dengan sendirinya akan
menghasilkan deretan piksel yang baru, tanpa mekanisme gerak sapuan melintang.
3. Skaner deret dua
dimensional menngunakan deret detektor dua dimensi seperti frame pada film
kamera.
Semua tipe sensor
elektro-optik tersebut memperkuat sinyal elektromagnetik yang diterima,
kemudian mendigitasasikannya ke dalam angka-angka biner sesuai dengan tingkat
kemampuan bit-coding yang dimilikinya ketika masih berada di wahana.
3.3.2 Prinsip Pemisahan Berkas
Cahaya pada Sensor Multispektral Elektro-optik
Skaner multispektral
memisahkan (membagi) berkas cahaya yang datang pada suatu wilayah panjang
gelombang yang lebar menjadi berkas-berkas dengan lebar spektra yang lebih
sempit.
Menurut Vincent (1997), piranti yang diperlukan sensor dalam hal
ini dapat berupa prisma,filter transmisi, ataupun lensa/cermin dikhroik. Lensa
dikhroik mampu meloloskan sinar dengan panjang gelombang yang lebih besar
daripada suatu nilai ambang, dan memantulkan sinar-sinar yang lain, yang
mempunyai panjang gelombang lebih kecil, atau sebaliknya.
3.4 SISTEM SATELIT
PENGINDERAAN JAUH
Satelit tak berawak
sebagai wahana penyadap informasi dari permukaan bumi telah mulai dikembangkan
sejak awal tahun ‘60an. Aplikasi utamanya adalah bidang kemiliteran. Baru pada
awal dekade ’70-an, satelit tak berawak diluncurkan untik pengamatan sumberdaya
bumi, yaitu ERTS-1. Peluncuran ini diikuti oleh peluncuran satelit sumberdaya
lain, dan juga pengembangan sistem pengolahan datanya. Boleh dikata,
mulai saat itulah teknologi di bidang pengolahan citra dikembangkan secara
lebih serius.
3.4.1 Sistem Landsat
Satelit
Landsat (land satelite) Citra Landsat TM merupakan salah satu jenis citra satelit
penginderaan jauh yang dihasilkan dari sistem penginderaan jauh pasif. Landsat
memiliki 7 saluran dimana tiap saluran menggunakan panjang gelombang tertentu.
Satelit landsat merupakan satelit dengan jenis orbit sunsynkron (mengorbit bumi
dengan hampir melewati kutub, memotong arah rotasi bumi dengan sudut inklinasi
98,2 derajat dan ketinggian orbitnya 705 km dari permukaan bumi. Luas liputan
per scene 185 km x 185 km. Landsat mempunyai kemampuan untuk meliput daerah
yang sama pada permukaan bumi pada setiap 16 hari, pada ketinggian orbit 705 km
(Sitanggang, 1999 dalam Ratnasari, 2000). Fungsi dari satelit landsat adalah
untuk pemetaan penutupan lahan, pemetaan penggunaan lahan, pemetaan tanah,
pemetaan geologi, dan pemetaan suhu permukaan laut.
Salah satu contoh citra satelit Landsat
3.4.2 Sistem SPOT
Satelit SPOT (systeme
pour I’observation de la terre) Merupakan satelit milik perancis yang mengusung pengindera HRV
(SPOT1,2,3,4) dan HRG (SPOT5). Satelit ini mengorbit pada ketinggian 830 km
dengan sudut inklinasi 80 derajat. satelit SPOT memiliki keunggulan pada sistem
sensornya yang membawa dua sensor identik yang disebut HRVIR (haute resolution
visibel infrared). Masing-masing sensor dapat diatur sumbu pengamatanya kekiri
dan kekanan memotong arah lintasan satelit merekam sampai 7 bidang liputan.
Fungsi dari satelit SPOT adalah untuk akurasi monitoring bumi secara global.
Salah satu contoh citra
satelit SPOT
3.4.3 Sistem NOAA
Satelit NOAA (National
Oceanic and Atmospheric Administration) Satelit NOAA merupakan satelit meterologi
generasi ketiga milik ”National Oceanicand Atmospheric Administration” (NOAA)
Amerika Serikat. Munculnya satelit ini untukmenggantikan generasi satelit
sebelumnya, seperti seri TIROS (Television and Infra Red Observation Sattelite,
tahun 1960-1965) dan seri IOS (Infra Red Observation Sattelite,tahun
1970-1976). Konfigurasi satelit NOAA adalah pada ketinggian orbit 833-870
km,inklinasi sekitar 98,7 ° – 98,9 °, mempunyai kemampuan mengindera suatu
daerah 2 x dalam 24 jam (sehari semalam).
Seri NOAA ini dilengkapi dengan 6 (enam) sensor utama, yaitu :
1. AVHRR (Advanced Very High Resolution Radiometer);
2. TOVS (Tiros
Operational Vertical Sonde);
3. HIRS (High Resolution
Infrared Sounder (bagian dari TOVS);
4. DCS (Data Collection
System)
5. SEM (Space
Environtment Monitor);
6. SARSAT (Search And
Rescue Satelite System)
Satelit
NOAA digunakan untuk membuat peta suhu permukaan laut (Sea Surface Temperature
Maps/SST Maps), monitoring iklim, studi El Nino, dan deteksi ars laut untuk
memandu kapal-kapal pada dasar laut dengan ikan berlimpah.
3.4.4 Sistem satelit Pemantau
Laut dan Pesisir
Sistem
satelit yang dikhususkan untuk pemantauan laut dan pesisir antara lain meliputi
Satelit Nimbus-7 milik Amerika Serikat yang membawa CZCS (Coastal zone color
scanner); MOS (Marine Observation Satellite) milik Jepang yang membawa 3 macam
instrumen, yaitu MESSR, VTIR, dan MSR; serta Sea WIFS (Sea-viewing Wide Field
of-view Sensor) milik Amerika Serikat. Sensor CZCS yang dibawa oleh satelit
Nimbuz-7 diluncurkan pada 1978. Misi satelit ini dikhususkan pada pemantauan
temperatur dan warna perairan pantai laut, sebagai indikator kondisi wilayah
perairan yang diamati. Pada sensor ini terdapat 6 saluran spektral, membentang
dari spektrum biru hingga inframerah termal. Citra 6 saluran yang dihasilkan
mempunyai resolusi spasial 825 meter pada posisi nadir dan lebar sapuan sebesar
1566 km.
3.4.5 Sistem IRS milik India
The Indian Remote
Sensing (IRS) IRS adalah sistem satelit untuk meyediakan informasi
manajemen sumberdaya alam yang berharga. Fungsi dari citra satelit ini adalah
untu perencanaan perkotaan dan manajemen bencana.
3.4.6 Sistem Satelit Multimisi
: Terra dan Aqua
NASA
Earth Observing System mengembangkan satelit Terra dan Aqua sebagai bagian dari
upaya mengumpulkan informasi melalui observasi komprehensif secara global
(Aronoff, 2005). NASA bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan dan Industri
Jepang (MITI) mengembangkan sistem sensor yang kemudian dipasang pada satelit
multimisi Terra.
- Sensor ASTER
Sensor
ASTER merupakan salah satu alternatif untuk kajian pada resolusi menengah di
samping Landsat dan SPOT, apalagi ketika hingga saat ini Landsat & ETM+
tetap mengalami kerusakan dan beroperasi dengan moda SLC-off, sedangkan
pemerintah Amerika Serikat belum mempunyai rencana untuk mengembangkan sistem
lanjutannya, sensor ASTER punya tiga modul subsistem mulyispektral yang
berbeda, masing-masing adalah VNIR (Visible and near infrared), SWIR (Shortwave
Infrared), dan TIR (Thermal Infrared).
- Sensor MODIS
MODIS
merupakan sensor dengan mekanisme pemindaian melintang arah gerak orbit
(aross-track scanning). Sensor ini terpasang pada satelit Terra dan Aqua, dan
dirancang untuk mengukur sifat-sifat fisik atmosfer serta sifat-sifat fisik daratan
dan lautan. MODIS juga dirancang sedemikian rupa sehingga mampu membangun
rekaman data secara kontinu seperti yang telah dilakukan oleh pendahulunya,
misalnya AVHRR NOAA yang telah diluncurkan sejak 1979. Meskipun demikian, MODIS
mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan teknologi AVHRR yang relatif kuno,
misalnya dalam hal resolusi spasial, kepekaan radiometri reaktifikasi geometri,
serta kalibrasi radiometri yang lebih akurat (Aronoff,2005). Lebih dari itu,
MODIS dapat diperoleh secara gratis dari satelitnya langsung, ataupun diunduh
dari Internet. Dengan lebar sapuan 2.330 km, MODIS mampu meliput seluruh
permukaan bumi dalam satu-dua hari, dan menyajikannya dalam 36 saluran
spektral, berkisar dari 0,46 hingga 14,38µm. MODIS juga memberikan informasi
dalam resolusi spasial yang bervariasi, dari 250m hingga 1 km.
3.4.7 Sistem satelit ALOS
Jepang merupakan salah
satu negara dengan teknologi satelit penginderaan jauh terdepan selain negara
maju lainnya seperti Amerika, Kanada, serta konsorsium negara-negara Eropa
dengan European Space Agency (ESA).
Di Asia, selain
Jepang, negara yang cukup mumpuni dengan teknologi satelit penginderaan jauh
adalah China dan India. Sedangkan Brazil menjadi negara dengan penguasaan
teknologi satelit penginderaan jauh yang paling menonjol di wilayah Amerika
Latin. Jepang menjadi salah satu yang paling inovatif dalam pengembangan
teknologi satelit penginderaan jauh setelah diluncurkannya satelit ALOS (Advanced
Land Observing Satellite) atau dikenal dengan ’Daichi’ pada tanggal 24
Januari 2006.
Satelit berbobot 4000
kg ini diluncurkan dari pusat peluncuran Tanegashima yang mengorbit dengan
ketinggian sekitar 700 km di atas permukaan bumi. Misi ALOS adalah untuk
mencari pemecahan masalah lokal (local issue) seperti ketahanan pangan (food
security), kelangkaan sumber air, mitigasi bencana dan konservasi
keanekaragaman hayati (biodiversity).
Adapun tujuan yang
ingin dicapai satelit generasi terbaru produk negeri Sakura ini terdiri dari 5
(lima) yaitu (1). membuat peta (cartography) seluruh wilayah Jepang
termasuk negara lainnya di dunia, (2). mengamati pembangunan berkelanjutan (sustainable
development) dan harmonisasi antara lingkungan bumi dan perkembangan
regional, (3). memonitor bencana (disaster monitoring), (4). melakukan
survei sumber daya alam, (5). mengembangkan teknologi yang terkait dengan
satelit pengamat bumi masa depan. Karena keragaman target ALOS ini maka dapat
dikatakan satelit penginderaan jauh ini punya kemampuan multi-guna.
Spesifikasi ALOS
ALOS mempunyai tiga
instrumen yaitu PRISM (Panchromatic Remote Sensing Instrument for Stereo
Mapping) untuk pemetaan dijital elevasi (ketinggian) sehingga dapat
menghasilkan data ketinggian. Instrumen yang kedua adalah AVNIR-2 (Advanced
Visible and Near Infrared Radiometer) untuk pengamatan lahan secara teliti
serta instrument PALSAR (Phased Array type L-Band Synthetic Aperture Radar).
Sesuai dengan namanya instrumen ini dapat menghasilkan data SAR atau radar.
Ø PRISM dapat memberikan resolusi spasial 2,5 m
dan memproduksi model permukaan dijital (digital surface model) secara
akurat. Instrumen ini punya tiga jenis sistem optik untuk melihat ke depan (forward),
belakang (backward) dan pada nadir. Dengan kemampuan ini PRISM dapat
menghasilkan citra stereo. Sensor ini dapat merekam dengan lebar sapuan sampai
70 km pada nadir.
Ø AVNIR-2 didesain khusus untuk mengamati lahan
dan wilayah pesisir, merupakan pengembangan dari AVNIR yang dipasang pada
satelit sebelumnya ADEOS (Advanced Earth Observing Satellite) tahun
1996. Sensor ini memberikan peta cakupan dan tutupan lahan pada skala regional
dengan resolusi yang lebih baik dibanding sebelumnya. Resolusi spasial AVNIR-2
mencapai 10 m, lebih baik dibandingkan resolusi spasial AVNIR yang hanya 16 m.
Ø PALSAR memanfaatkan rentang gelombang mikro
pada frekuensi band-L yang dapat menembus awan dan dapat melakukan pengamatan
siang maupun malam bahkan dalam kondisi cuaca buruk sekalipun. Instrumen ini
memberikan data radar yang lebih baik dibanding satelit radar generasi
sebelumnya, JERS-1 (Japanese Earth Resources Satellite). PALSAR dapat
memberikan keuntungan dalam cakupan pengamatan mulai dari 250 – 350 km yang
disebut dengan ScanSAR. Keuntungan ini juga dimiliki oleh satelit milik Kanada,
RADARSAT.
Keunggulan ALOS
Jepang secara
konsisten mengembangkan teknologi satelit penginderaan jauhnya selama kurang
lebih 20 tahun terakhir. Dan hasilnya pun sangat memuaskan dengan
diluncurkannya beberapa satelit generasi terbarunya termasuk ALOS. ALOS menjadi
andalan dan kebanggaan Jepang karena satelit ini dapat memuaskan konsumennya di
seluruh dunia. Kenapa? Karena ALOS dapat memberikan data optik dan data radar
sekaligus. Data optik sangat sensitif dan punya kemampuan tinggi dalam
menggambarkan suatu obyek (visualization) tetapi sangat rentan jika pada
saat perekaman terdapat cakupan awan (cloud cover). Akan tetapi dengan
data radar keberadaan awan dapat diatasi, selain itu dengan data radar
karakteristik fisik lebih mudah diamati dibanding dengan data optik. Kombinasi
penggunaan data optik dan radar akan memberikan hasil analisis yang lebih baik
dibandingkan hanya menggunakan salah satu diantara kedua jenis data tersebut.
Pada umumnya satelit
penginderaan jauh hanya didesain untuk dapat memberikan data optik saja atau
data radar saja. Seperti data optik dari satelit penginderaan jauh SPOT milik
Perancis yang berkonsorsium dengan beberapa negara Eropa lainnya atau satelit
RADARSAT milik Kanada yang hanya dapat memberikan data radar saja. Selain itu
ALOS dapat juga memberikan data stereo (stereo mapping) dan dapat
mencakup wilayah dengan luas sampai ratusan kilometer.
Aplikasi ALOS
Sejak diluncurkan
tahun 2006, ALOS memasuki fase setelah operasi (tiga tahun setelah peluncuran).
ALOS sudah digunakan untuk berbagai tujuan seperti pemetaan dan observasi
kondisi es di laut (sea ice), keberadaan hutan, mitigasi bencana,
kondisi permukaan laut (kecepatan angin) dan wilayah pesisir (mangrove, terumbu
karang), serta pengamatan sumber daya alam terutama yang tidak dapat
diperbaharui (non-renewable).
Khusus untuk
pengamatan kondisi hutan, ALOS sudah merekam sebagian kondisi hutan Indonesia
tahun 2008 di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, sebagian Maluku dan Irian
termasuk
New Guinea (lihat gambar 2). Peta hutan ini dibuat dari data PALSAR yang dibentuk menjadi citra ortho dengan resolusi spasial 50 meter.
New Guinea (lihat gambar 2). Peta hutan ini dibuat dari data PALSAR yang dibentuk menjadi citra ortho dengan resolusi spasial 50 meter.
Selain untuk pemetaan
kondisi hutan Indonesia, aplikasi lain yang juga sangat penting yang terkait
dengan kerusakan lingkungan di wilayah pesisir adalah kondisi terumbu karang.
Dengan AVNIR-2, distribusi terumbu karang dapat divisualisasikan dengan
kombinasi band cahaya tampak (visible band) melalui algoritma tertentu.
Fusi citra AVNIR-2 dengan data PALSAR akan memberikan kajian yang lebih baik
terkait sebaran terumbu karang yang ada. Jika dilengkapi hasil pengamatan
lapangan dan data penginderaan jauh lainnya seperti data hiperspektral (hyperspectral)
maka tidak hanya distribusi terumbu karang saja yang bisa dianalisa tetapi juga
sehat tidaknya terumbu karang tersebut. Data hiperspektral dapat memberikan
informasi atau kerincian spektral lebih detil dibandingkan menggunakan data
multispektral (seperti AVNIR-2). (Ketut Wikantika, dari berbagai sumber).
3.4.8 Sistem Satelit dengan
Resolusi Spasial tinggi
Pada
1994 pemerintah Amerika Serikat untuk mengambil keputusan untuk mengizinkan
perusahaan sipil komersial untuk memasarkan data penginderaan jauh resolusi
tinggi, yaitu antara 1-4meter (Jensen, 1996) hal ini kemungkinan berkaitan
dengan berakhirnya era perang dingin. Segera setelah itu, Earth Watch Inc,
suatu perusahaan swasta yang bergerak di bidang sistem kajian sumberdaya,
merencanakan pengembangan dua sistem resolusi tinggi yaitu EarlyBird dan
QuickBird.
3.4.9 Satelit dengan Sensor
Gelombang Mikro : Radarsat, Almaz, ERS, JERS, dan ALOS
Satelit
dengan sensor gelombang mikro aktif yang menggunakan teknik perekaman
menyamping paling menonjol ialah Radarsat milik Kanada, ERS-1 milik Eropa, dan
JERS-1 milik Jepang. Sebelum sensor radar ini dioperasikan wahana satelit,
percobaan telah dilakukan secara ekstensif menggunakan pesawat udara (SLAR) dan
pesawat ulang-alik (SIR-A, SIR-B, dan SIR-C). Uraian ekstensif mengenai sistem
radar ini dapat dibaca pada Lillesand et al. (2008) serta Sabins (1997).
Radarsat
pertama kali diluncurkan pada 4 November 1995. Satelit ini melakukan liputan
lengkap dalam 14 orbit sehari secara sinkron matahari resolusi temporalnya
ialah 6 hari. Salah satu misi utama dari peluncuran satelit ini ialah memantau
kondisi es di Laut Arktik selama periode gelap (musim dingin) dan selama
kondisi medan tertutup oleh awan.
Almaz
merupakan satelit bersensor radar milik Rusia, yang diluncurkan pada
31 Maret 1991. Sensor Almaz bekerja seperti sistem SLAR pada pesawat udara,
yang merekam citra pada film holografi yang kemudian dikonversi ke film citra.
ERS-1
merupakan satelit milik Eropa yang mengoperasikan sensor, antara lain SAR
(synthetic apperture radar) dan ATSR (along-track scanning radiometer). SAR
pada ERS-1 beroperasi dengan polarisasi VV (vertikal pada energi datang, vertikal
pada energi pantul) melalui antenna SAR berukuran 10 x 10 meter dan dengan
sudut depresi yang curam (67o), untuk mendukung aplikasi oseanografi
(Sabins,1997).
3.5 Sistem Skaner
Multispektral dengan pesawat udara
Sebenarnya
sistem skaner multispektral dengan pesawat udara telah lebih dahulu
dikembangkan dari pada sistem skaner pada wahana ruang angkasa.Richards (1993)
menyebutkan tiga macam perbedaan utama antara sistem skaner multispektral
pesawat udara dengan sistem skaner multispektral satelit,yaitu :
1. Volume data yang
dihasilkan oleh sistem pesawat udara pada umumnya lebih besar. Hal ini
disebabkan oleh jumlah saluran yang lebih banyak, yaitu dapat mencapai 12 buah.
Di samping itu, resolusi spasial yang dihasilkan jauh lebih tinggi;
2. Medan perang sensor
(FOV, field of view) pada umumnya jauh lebih besar (bila diukur dengan derajat)
karena tinggi terbang pesawat jaub lebih rendah daripada satelit. FOV pada
sistem skaner pesawat terbang dapat mencapai sekitar 70-90o sedangkan
sistem satelit Landsat 4 dan 5 misalnya, hanya sekitar 15o.
3. Stabilitas kedudukan
sensor pada sistem skaner pesawat udara pada umumnya jauh lebih rendah. Hal ini
dapat dimengerti karena gangguan stabilitas pada pesawat udara memang lebih
banyak, yang disebabkan oleh turbelensi udara,angin,perbedaan tekanan udara dan
sebagainya.
3.5.1 DAEDALUS AADS 1240/1260
Skaner
garis multispektral Daedalus AADS 1240/1260 merupakan sistem skaner pesawat
udara yang paling banyak digunakan. Proses pelarikan terjadi melalui meknisme
pemutaran cermin, seperti haknya sensor MSS dan TM Landsat.
3.5.2 Airborne Thematic Mapper
(ATM)
Sebelum
peluncuran Landsat-D yang membawa sensor TM pada 1982, banyak percobaan telah
dilakukan untuk simulasi sensor tersebut dengan ATM. Hingga saat ini, ketika
data digital TM Landat sudah relatif murah diperoleh, sensor simulasi ini pun
masih terus digunakan untu kepentingan eksperimental yang lebih sesuai dengan
kebutuhan penelitian.
3.5.3 MDA MEIS-II
Pusat
penginderaan jauh kanada telah mengembangkan skaner berwahana pesawat udara
yang memanfaatkan teknologi line array yang dapat digunakan untuk melarik tanpa
cermin putar. Teknologi ini sama dengan yang dikembangkan oleh CNES, Prancis,
untuk sensor HRV SPOT, yaitu model pushbroom scanner.
3.6 Pencitraan Hiperspektral
Berbagai
penelitian lanjut dalam karakteristik objek spektral telah memberikan
kesimpulan bahwa penggunaan spektrum yang sempit ternyata mampu menonjolkan perbedaan
objek secara lebih baik bila dibandingkan dengan penggunaan spektrum yang
relatif lebar, seperti yang digunakan pada MSS dan TM-Landsat, HRV-SPOT,
ataupun AVHRR-NOAA.
3.6.1 Pencitraan Hiperspektral
dari Udara
Sistem
pencitra hiperspektral yang termasuk paling awal dikembangkan ialah AIS
(Airborne Imaging Spectrometer). AIS mampu mengumpulkan data dalam 128 saluran
spektral dengan lebar spektral rata-rata sekitar 9,3nm. Untuk moda ‘pohon’ AIS
mengumpulkan data dalam saluran kontinu antara 0,4-1,2µm; sedangkan untuk modus
‘batuan’, sistem ini menumpulkan informasi antara 1,2-2,4µm.
3.6.2 Pencitraan Hiperspektral
melalui satelit
Sensor
Hyperion merupakan salah satu sistem sensor hiperspektral yang paling awal
dipasang pada satelit. Bahkan lebih dahulu pada MERIS pada Envisat 1.
Sebenarnya Satelit EO-1 (Earth Obsetver-1) yang diluncurkan pada 21 November
2000 dan mengorbit pada ketinggian 705 km di atas bumi serta mengorbit sinkron
matahari langsung sensor Hyperion ALI (Advanced Land Imager) dan LEISA (Linear
Imaging Spectrometer Array).
3.7 SISTEM PENCITRAAN SENSOR
AKTIF DENGAN LASER : LIDAR
Pengertian LIDAR
LIDAR (Light Detection
and Ranging) adalah sebuah teknologi sensor jarak jauh menggunakan properti
cahaya yang tersebar untuk menemukan jarak dan informasi suatu obyek dari
target yang dituju. Metode untuk menentukan jarak suatu obyek adalah dengan
menggunakan pulsa laser. Seperti teknologi radar, yang menggunakan gelombang
radio, jarak menuju obyek ditentukan dengan mengukur selang waktu antara
transmisi pulsa dan deteksi sinyal yang dipancarkan.
Laser
Laser (singkatan
dari bahasa
Inggris:
Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation) merupakan mekanisme
suatu alat yang memancarkan radiasi elektromagnetik, biasanya dalam bentuk cahaya yang tidak dapat
dilihat maupun dapat lihat dengan mata normal, melalui
proses pancaran terstimulasi. Pancaran laser
biasanya tunggal, memancarkan foton dalam
pancaran koheren. Laser juga dapat
dikatakan efek darimekanika
kuantum.
Dalam teknologi laser, cahaya yang koheren menunjukkan suatu sumber cahaya yang
memancarkan panjang
gelombang yang
diidentifikasi dari frekuensiyang sama, beda fase yang
konstandan polarisasinya. Selanjutnya untuk
menghasilkan sebuah cahaya yang koheren dari
medium lasing adalah dengan mengontrol kemurnian, ukuran, dan bentuknya.
Keluaran yang berkelanjutan dari laser dengan amplituda-konstan (dikenal
sebagai CW atau gelombang berkelanjutan), atau detak, adalah dengan menggunakan
teknik Q-switching, modelocking, atau gain-switching.
Laser, mempunyai karakteristik yang berbeda dengan cahaya biasa:
•Monokromatik (panjang gelombang yang sangat spesifik, satu
warna spesifik)
•Koheren (‘organized’ foton)
•Direksional (cahaya laser terfokus dan kuat)
Prinsip Kerja Lidar
Prinsip kerja LIDAR
secara umum adalah sensor memancarkan sinar laser pada target kemudian sinar
tersebut dipantulkan kembali ke sensor. Berkas sinar yang ditangkap kemudian
dianalisis oleh peralatan detector. Perubahan komposisi cahaya yang diterima
dari sebuah target ditetapkan sebagai sebuah karakter objek. Waktu perjalanan
sinar saat dipancarkan dan diterima kembali diperlukan sebagai variable penentu
perhitungan jarak dari benda ke sensor.
Untuk mendapatkan gambar, dilakukan penyiaman pada lokasi yang
ditentukan. Penyiaman dilakukan dengan memasang laser scanner, GPS, dan INS
pada wahana yang dipilih. Berdasarkan skala produk yang diinginkan dan luas
cakupan, maka dapat ditentukan jalur terbang. Pada jalur terbang yang telah
ditentukan tersebut wahana terbang melaukan penyiaman (scanning). Pada saat
laser scanner melakukan penyiaman sepanjang jalur terbang, pada setiap interval
waktu tertentu direkam posisinya dengan menggunakan GPS dan orientasinya dengan
menggunakan INS. Proses ini dilakukan sampai jalur yang disiam selesai.
Komponen- komponen LIDAR
a) Global Positioning System (GPS)
Dalam system LIDAR,
GPS dipakai sebagai system penentuan posisi wahana terbang secara 3D (X, Y, Z
atau L, B, h) terhadap system referensi teretentu ketika melakukan survey
LIDAR. Penentuan posisi dilakukan secara differensial sehingga bias mengamati
posisi objek yang diam atau bergerak.
Karena pengukuran posisinya dilakukan secara real time maka
metode penentuan GPS itu dinamakan Real Time Kinematics Differential GPS
(RTK-DGPS). Ketelitian tipikal posisi yang diperoleh adalah 2 – 5 cm. Data GPS
yang dihasilkan, digabungkan dengan data IMU sehingga diperoleh koordinat
terdefinisi secara geografis.
b) Inertial Navigation System
(INS)
INS adalah suatu
system navigasi yang mampu mendeteksi perubahan geografis, perubahan kecepatan,
serta perubahan orientasi dari suatu benda. Sistem ini mampu mengukur besar
perubahan sudut orientasi wahana terbang terhadap arah utara, besar pergerakan
sudut rotasi wahana terbang terhadap sumbu-sumbu horisontalnya, percepatan
wahana terbang, hingga temperature dan tekanan udara di sekitar wahana terbang.
Dari hasil pengukuran yang dapat dilakukan oleh INS, dapat dihasilkan informasi
berupa orientasi tiga dimensi serta posisi wahana terbang.
c) Sensor Laser
Sensor LIDAR berfungsi
untuk memancarkan sinar laser ke objek dan merekam kembali gelombang
pantulannya setelah mengenai objek. Pada umumnya gelombang yang dipancarkan
oleh sensor terdiri atas dua bagian, yaitu gelombang hijau dan gelombang infra
merah. Gelombang hijau berfungsi sebagai gelombang penetrasi jika suatu sinar
laser mengenai daerah perairan. Sinar hijau berfungsi untuk mengukur data
kedalaman, sedangkan sinar infra merah berfungsi untuk mengukur data topografi
daratan atau permukaan bumi. Kekuatan sensor LIDAR sangat erat kaitannya
dengan:
1) Kekuatan sinar laser yang
dihasilkan
2) Cakupan dari pancaran sinar
gelombang laser
3) Jumlah sinar laser yang
dihasilkan tiap detik
Sensor LIDAR memiliki kemampuan dalam pengukuran multiple return.
Multiple return digunakan untuk menentukan bentuk dari objek atau vegetasi yang
menutupi permukaan tanah. Gelombang yang dipancarkan dan dipantulkan tidak
hanya mengenai permukaan tanah, tetapi juga mengenai objek-objek yang ada di
atas permukaan tanah. Masing-masing pantulan yang dihasilkan diukur
intensitasnya, sehingga diperoleh gambaran atau bentuk dari objek yang menutupi
permukaan tanah tersebut.
Pengolahan Data LIDAR
Setelah data mentah
dari IMU, GPS, dan jarak laser diperoleh, tahap selanjutnya adalah pengolahan
data secara post processing. Yang harus dilakukan selama post processing
adalah: Mendownload data carrier phase GPS yang dihasilkan oleh base station
dan receiver yang ada pada pesawat. Data ini kemudian diolah dengan menggunakan
software GPS post processing yang akan menghitung solusi akurasi kinematik
sepanjang lintasan pesawat. Membuang data yang tidak relevan yang dikumpulkan
selama pengambilan data. Untuk menentukan kedalaman, sinar laser dipancarkan
dari pesawat udara ke bawah dengan sudut θa (θudara) dari garis vertikal. Sudut
θa merupakan sudut datang pada permukaan air dari udara. Pada permukaan air
ini, sebagian kecil dari energi laser dipantulkan ke udara pada segala arah
yang akan diterima kembali oleh receiver di pesawat udara. Sedangkan sebagian
besar (98%) energi laser ditransmisikan ke dalam air dengan sudut θw.
Proses Georeferensi Data LIDAR
Proses georeferensi
adalah suatu proses atau tahapan untuk mendefinisikan koordinat pusat proyeksi
sinar laser sehingga terdefinisi ke suatu sistem koordinat. Vektor dari jarak
yang ditembakkan dengan sudut penyiaman η didefinisikan terhadap kerengka
referensi dari instrumen laser. Jarak yang dihasilkan laser tersebut kemudian
ditransformasikan ke pusat bumi yang direalisasikan melalui sistem WGS 84.
Kelebihan Teknologi LIDAR
LIDAR manggunakan
gelombang aktif sehingga akuisisi laser pun dapat dilakukan malam hari. Tapi
karena dalam paket system LiDAR sekarang sudah include dengan sensor kamera
(gelombang pasif) yang hanya bisa pekerja baik pada siang hari, maka akuisisi
hanya dapat dilakukan siang hari supaya kedua sensor dapat bekerja.
Sistem LiDAR dapat melakukan akuisisi jutaan titik x,y dan
elevasi z dalam per jam jauh lebih cepat dibandingkan dengan motede
konvensional (survey ground).
Kerapatan point/titik ground yang dihasilkan per 1 meter sq
minimal 1 point tapi bisa sampai 9 point tergantung permukaan dan tinggi
terbang (metode akuisisi) serta FoV (Field of View/ sudut pandang sensor ke
bumi). Besaran pulse alat tidak begitu mempengaruhi, saat ini sudah ada vendor
yang mampu membuat alat LiDAR dengan pulse diatas 500kHz, pulse besar ini akan
maksimal jika pengambilan/akuisisi data dengan pesawat bisa “terbang tinggi”.
Untuk wilayah Indonesia negera tropis dimana awan berada di ketinggian 1000 s/d
1500 meter, maka pesawat akan terbang di bawah awan. Untuk terbang dengan
ketinggian dibawah 1000 meter, adalah cukup menggunakan pulse 75-120 kHz dan
FoV 40 s/d 60 deg.
Karena menggunakan
pesawat udara, akses lebih mudah tentunya untuk mengakuisisi/mencapai ke setiap
bagian site. Dan disamping itu dapat menghindari kontak langsung dengan
masyarakat, yang menjadi masalah besar pada survey ground / konvensional
survey. Hanya butuh 1 titik control tanah (BM) untuk radius terbang akuisisi 30
sd 40 km dari titik control tanah tersebut.Mampu masuk disela-sela vegerasi,
karena karekter gelombang nya seperti gelombang ultraviolet dan menggunakan
gelombang lebih pendek dari pada spectrum elektromagnetik yaitu sekitar nm
1064.
Biaya lebih efisien dan
efektif, jika area > 1.000ha. Survey ground untuk 1.000ha bisa 1,5M sampai
2M, jika menggunkan LiDAR system dibawah 1M.
Kekurangan Teknologi LIDAR
Sensor LiDAR system
tidak bekerjaan maksimal jika terhalang awan/kabut.
Pulse tidak dipantulkan dengan baik jika objek-objek pantul
basah (berair). Karena pulse Topographic LiDAR akan diserap / hilang jika
mengenai air seperti sungai atau pemukaan yang masih basah akhibat embun atau
hujan. LiDAR yang digunakan untuk Hydrographic berbeda dengan Topo, untuk Hydro
dikenal dengan nama SHOALS atau singkatan dari Scanning Hydrographic
Operational Airborne LiDAR Survey. System ini mampu mengakuisisi permukaan air
dan kedalaman air 50 s/d 60 meter dari permukaan air.
Dalam kondisi vegerasi yang sangat rapat “cahaya matahari pun”
tidak bisa masuk di sela-sela dedaun, maka dapat dipastikan pulse LiDAR juga
tidak akan mampu masuk sampai ke ground (tanah).
Akurasi data LiDAR atau
ketelitiaan yang dihasilkan LiDAR bervariatif, sangat bergantung pada kondisi
permukaan: terbuka lunak, terbuka keras, semak beluka, hutan rawa, hutan keras,
hutan virgin dan lain-lain. Untuk area terbuka keras ketelitan bisa mencapai
dibawah 5 cm. Ketelitian Horizontal 2 kali s/d 5 kali lebih “jelek” dari dari
ketelitian Vertical.
No comments:
Post a Comment